Selain tempat yang menawarkan keindahan underwater
adventure, Manado juga menawarkan petualangan ektrim kuliner…
Masakan daging ‘doggy’ atau lebih dikenal dengan sebutan RW
(rinte wuuk) maupun Paniki juga mudah dijumpai di rumah
makan yang menyediakan masakan khas Minahasa. Bahan baku menu ekstrim juga tidak sulit ditemukan di pasar-pasar traditional di seluruh wilayah Minahasa...
Kali ini, saya ingin berbagi pengalaman tentang berburu… Daging Tikus!
Begitu mendengar kata “tikus” kebanyakan dari kita langsung
merasa jijik dan geli, tapi tunggu dulu…
Tikus ini beda dengan tikus yang ada di rumah atau diselokan-selokan yang kotor dan bau… Tikus ini beda, golongan Rodents yang ini Nocturnal dan hanya memakan daun-daunan, nectar dan serangga! Tikus yang sering kita jumpai adalah dari genus Rattus dan Mus, namun tikus yang ini mungkin dari genus Cricetomys. Di Minahasa atau di Manado disebut “Tikus Ekor Putih” atau “Kawok” berbeda dengan Tikus Rumah…
Tikus ini beda dengan tikus yang ada di rumah atau diselokan-selokan yang kotor dan bau… Tikus ini beda, golongan Rodents yang ini Nocturnal dan hanya memakan daun-daunan, nectar dan serangga! Tikus yang sering kita jumpai adalah dari genus Rattus dan Mus, namun tikus yang ini mungkin dari genus Cricetomys. Di Minahasa atau di Manado disebut “Tikus Ekor Putih” atau “Kawok” berbeda dengan Tikus Rumah…
Dengan berbekal senapan angin, saya dan beberapa teman dengan dipandu seorang yang berpengalaman
berburu Tikus, kami berangkat ke daerah Kec. Likupang di Kab. Minahasa Utara.
Sekitar pukul 9 malam, kami mulai masuk hutan di dekat desa Wangurer.
Membutuhkan waktu sekitar 1 jam berjalan kaki dalam gelap
untuk mencapai lokasi berburu. Ini merupakan pengalaman yang menarik, setelah
sekian lama tidak pernah ‘jalan-jalan’ ke dalam hutan…

“Ders!...” suara senapan angin meletup dan diikuti suara benda yang jatuh diantara dedaunan.. “Pungu jo capat jang dia lari!”... (ambil cepat sebelum dia lari) begitu teriak si pemandu. Saya langsung berpikir dua kali…. “Astaga, aku kan ‘sungkan’ ama tikus… masa aku yang harus ambil?”… kataku dalam hati sambil tertegun… Tidak mau buruannya lolos, pemandu langsung lompat dan menangkap hewan kecil yang sudah tertembak itu dan langsung dimasukkan ke dalam ranselku… Bergidik juga sih,… Hiiiii….
Sekitar 3 jam kami berburu di dalam hutan. Kami hanya
mendapatkan 3 ekor dan memutuskan untuk istirahat…
Ketika istirahat, saya amati hasil buruan kami tanpa mau
memegang…
Tiba-tiba, seorang teman kami berteriak “Tikus!..” dan si pemandu
yang juga pemburu ulung langsung tanggap dengan senapannya…
“Ders!!!..” ternyata tikus biasa… bukan tikus yang sedang
kami cari. Di sini saya baru melihat perbedaan secara fisik… Ternyata benar,
tikus biasa kelihatan berbulu lebih kasar… sedangkan Kawok berbulu lebih lembut
seperti hamster dan memiliki tubuh yang lebih besar daripada tikus pada umumnya…
Untuk pertama kalinya saya memberanikan diri untuk memegang ekor Kawok… dan
mencoba untuk membelai bulunya untuk membuktikan bahwa hewan ini secara visual
memang jauh lebih bersih daripada tikus biasa…
Setelah beristirahat dan mengisi perut dengan ubi rebus
serta mengusir hawa dingin dengan sedikit minum ‘Sopi’ –minuman traditional khas Minahasa, kami melanjutkan
kembali perburuan di dalam hutan. Kami cukup mujur tidak bertemu ular,… atau
ular yang sedang mujur tidak bertemu kami!?
Di dalam hutan, kami beberapa kali melihat Tarsius dan kami sepakat tidak akan menembak hewan yang sudah
sangat langka. Tarsius juga merupakan hewan khas Sulawesi. Konon, masyarakat
setempat juga memburu Tarsius untuk dimakan… Namun, setelah mendapat
sosialisasi bahwa Tarsius adalah salah satu hewan langka, masyarakat sudah
sadar dan ikut menjaga kelestarikannya…
Malam hampir usai dan kami memutuskan untuk kembali ke desa.
Kami mendapatkan 10 ekor hasil buruan. Sebelum kembali ke desa, tikus-tikus itu
kami bersihkan dan kemudian dibakar untuk menghilangkan bulu-bulunya dan
membuatnya lebih awet sebelum diolah menjadi masakan Kawok bumbu RW…
Dengan dibantu seorang teman wanita yang cukup tahu bagaimana membuat masakan Minahasa, kami mulai mempersiapkan "Special Today's Menu" versi adventure...
Untuk membuat masakan bumbu RW, bahan-bahan yang disiapkan:
3 ikat Daun Kemangi (Kekuru) yang dipotong-potong halus, 1 ikat Daun Bawang dipotong-potong halus, 1/4Kg Cabe (Rica), 10 siung Bawang Merah, 7 siung Bawang Putih, 4 ruas Jahe (Goraka), 2 ruas Kunyit, 4 ruas lengkuas, 6 batang Sere, 20 lembar Daun Jeruk (Lemon) dan Garam secukupnya yang dihaluskan dengan cara ditumbuk -lebih baik tidak menggunakan blender
Dengan dibantu seorang teman wanita yang cukup tahu bagaimana membuat masakan Minahasa, kami mulai mempersiapkan "Special Today's Menu" versi adventure...
Untuk membuat masakan bumbu RW, bahan-bahan yang disiapkan:
3 ikat Daun Kemangi (Kekuru) yang dipotong-potong halus, 1 ikat Daun Bawang dipotong-potong halus, 1/4Kg Cabe (Rica), 10 siung Bawang Merah, 7 siung Bawang Putih, 4 ruas Jahe (Goraka), 2 ruas Kunyit, 4 ruas lengkuas, 6 batang Sere, 20 lembar Daun Jeruk (Lemon) dan Garam secukupnya yang dihaluskan dengan cara ditumbuk -lebih baik tidak menggunakan blender
Cara membuat:
Siapkan daging tikus yang sudah dibakar dan dibersihkan, kemudian potong mejadi beberapa bagian. Tumis rempah-rempah yang sudah dihaluskan sampai tercium aroma yang harum, baru kemudian potongan daging dimasukkan sambil terus diaduk sampai setengah matang. Seterusnya masukkan potongan-potongan Daun Kemangi dan Daun Bawang sambil diaduk hingga rempah meresap kedalam daging. Di Minahasa, biasanya ditambahkan sekitar 3 sendok makan Sopi (Cap Tikus) sambil diaduk sebelum kemudian diangkat untuk siap disajikan...
Saya agak kesulitan untuk menggambarkan rasa daging Kawok, yang pasti berbeda sekali dengan daging Ayam atau Sapi atau Kambing…, tapi menurut saya pribadi,… saya akan lebih memilih Kawok ketimbang daging Ayam, jika Kawok bukan merupakan satwa yang dilindungi…
Meimo kuman!… (Let’s eat!...)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar