Pengikut

Selasa, 05 November 2013

Terunyan


31 Oktober 2013 –ketika budaya orang barat merayakan Halloween, saya mendapatkan kesempatan untuk mendampingi teman dari Manado yang antusias untuk melihat lebih dekat desa Terunyan dengan jenazah-jenazahnya…


so, it’s Halloween…  let’s have a Spooktacular trip to Terunyan!...

Desa Terunyan terletak di tepian Danau Batur sebelah Timur tepat di kaki Gunung Abang, Kintamani di Kabupaten Bangli. Desa Terunyan dihuni oleh keturunan Bali asli –Bali Aga, sebelum kedatangan Majapahit pada abad ke 16.

Pura Pancering Jagat yang berada di tengah desa, diyakini sebagai pura pertama kali dididirikan di Pulau Bali.
Salah satu pesona Terunyan adalah makam misterius di Dusun Kuban, lokasi makam ini hanya bisa di akses dengan perahu karena letaknya berada diantara tebing batu. Keunikan makam ini adalah, masyarakat
desa tidak menguburkan jenazah para pemimpin . Jenazah hanya diletakkan di tanah agar terurai kembali menjadi tanah…
Dust to dust, ashes to ashes…

Gunung Batur
Tidak seperti masyarakat Bali pada umumnya, orang Terunyan tidak mengkremasi atau menguburkan jenazah orang yang telah meninggal. Jenazah hanya diletakkan di atas tanah dan diberi pagar bambu agar tidak terusik binatang liar, anehnya di lokasi tempat jenazah dibaringkan tidak tercium bau busuk! Bau busuk dari mayat yang diletakkan di lokasi terserap oleh aroma harum dari Taru Mayan (Pohon Wangi) yang telah berada di tempat itu selama ratusan tahun –bahkan mungkin sejak jaman pra-sejarah.

Desa Terunyan
Pemandu lokal mengkisahkan, konon aroma harum dari pohon Taru Mayan dapat tercium sampai ke tanah Jawa, sehingga raja di tanah Jawa mengirimkan utusan untuk mencari asal bau harum itu. Mendengar berita tentang utusan raja dari Jawa akan datang untuk mencari Taru Mayan, masyarakat Terunyan menjadi kwatir bila pendatang akan mengusik ketentraman warga desa. Melalui musyawarah adat dan sebagai upaya untuk menyembunyikan aroma dari pohon Taru Mayan, penduduk sepakat untuk meletakan jenazah-jenazah di dekat pohon Taru Mayan. Maka sejak saat itu, orang Terunyan menjadikan lokasi itu sebagai tempat peristirahatan terakhir…


Terunyan telah terkenal dengan keunikannya sejak lama, namun karena perilaku masyarakat yang tidak seramah dan sebaik orang Bali pada umumnya, Terunyan mulai ditinggalkan oleh laju perkembangan pariwisata budaya. Masyarakat Terunyan sering meminta-minta dengan cara yang tidak baik, sehingga para tour operator merasa risih untuk merekomendasikan Terunyan kepada wisatawan. Akibatnya, Terunyan semakin tertinggal dan tidak mendapatkan kesempatan untuk turut menikmati kue pariwisata…

Dusun Kuban
Saya sering mendengar cerita yang kurang baik mengenai masyarakat Terunyan, namun saya penasaran dan ingin melihat langsung keunikan di desa yang terpencil itu. Terlebih belakangan ini, teman-teman tour guide menceritakan masyarakat Terunyan sekarang telah mulai sadar tentang benefit pariwisata, mereka bahkan berusaha proaktif mempromosikan desanya… Orang-orang Terunyan yang sudah berinteraksi dan bersosialisasi dengan masyarakat dari luar kampungnya dengan baik, turut giat menyuarakan keunikan dan pesona desa Terunyan, terutama ketika di desanya ada orang yang baru meninggal, iklannya: 
“Ada mayat baru..!”

Danau Batur
Dari ketinggian Kintamani, kami turun ke danau Batur menuju desa Kedisan untuk menyewa perahu ke Terunyan. Di tengah perjalan menuju Desa Kedisan, sesorang dengan mengendarai motor mengejar mobil kami. Saya memperlambat laju kendaraan untuk memastikan, bahwa orang tersebut hanya sedang menuju ke tempat yang sama ataukah memang benar-benar mengejar kami… dan saya ingin tahu apa tujuannya mengejar kami. Ketika saya memperlambat mobil, orang itu berusaha mendahului mobil kami dan tersenyum ketika saya menatapnya. Senyum khas orang Bali yang amat polos dan ramah, sehingga saya menghentikan mobil agar dapat bertanya kepada orang itu tentang desa yang sedang kami tuju. Orang tersebut mendekat sambil tersenyum, “Selamat siang… Bapak mau ke Terunyan, saya asli Terunyan mari saya antar?”
Gapura menuju makam
Karena begitu sering saya dengar cerita yang kurang baik tentang perilaku orang Terunyan, saya langsung menolak dengan sopan. Saya katakan kami hanya sekedar melihat-lihat pemandangan danau. Orang itu tetap mengikuti mobil kami, sehingga saya kembali berhenti. Orang itu mendekat dan menyodorkan KTP-nya, “Saya asli Terunyan, Pak”. –dalam hati saya: ”ngana kira kita pol-pp, se tunjung na pe KTP pa kita (Kau kira aku pol-pp, pake nunjukin KTP)?”


“Pak, saya asli Terunyan, kami ingin desa kami dikunjungi turis… kami ingin desa kami maju, nda dicap desa jelek. Saya nda minta uang, saya antar bapak ke desa kami untuk melihat-lihat…” Akhirnya saya coba untuk cari informasi tentang desa Terunyan, saya tanyakan bagaimana caranya untuk ke tempat jenazah-jenazah Terunyan dan orang itu dengan ramah menjelaskan, untuk menuju lokasi penyimpanan mayat harus menggunakan perahu dari desa Kedisan atau dari kampungnya. Dia siap mengantar dengan ongkos Rp. 550,000.- per perahu. Dia menjamin tidak akan ada gangguan dari warga desanya dan dia juga berjanji tidak akan curang ataupun menipu. “Kami sudah dikasi penyuluhan dari dinas supaya baik, kami ingin desa kami didatangi turis lihat-lihat. Nama saya Ketut Waris…”

Saya semakin tertarik untuk melanjutkan perjalanan ke Terunyan, dan mungkin ekspresi wajah saya terbaca oleh Ketut Waris, katanya… “Pak, ada mayat baru!...” Kontan aja saya dan teman langsung tertawa keras… –Tuh, butul toh apa kita da bilang dong pe iklan:… “Ada mayat baru!”

Peristirahatan Terakhir
Setiba di desa Terunyan, Ketut Waris mempersilakan kami untuk berjalan-jalan mengelilingi pelosok desa… “It’s interesting!”
Tidak terlihat desa yang kumuh penuh dengan pengemis, namun terlihat desa yang tenang dan mulai tertata dengan baik. Desa di tepi danau yang indah dengan udara sejuk berlatar belakang Gunung Batur yang spektakuler…

Setelah melalui proses tawar-menawar ongkos perahu, kami sepakat lanjut ke dusun Kaban untuk melihat langsung tempat penyimpanan mayat…
“…if you scared, stay home!”

Barang-barang milik almarhum
Sekitar 15-20 menit dengan perahu dayung, Ketut Waris membawa kami berlayar di air danau yang sangat tenang menuju dusun Kuban. Sesampai di Kuban, kami disambut Juru Kunci makam dan dipandu menuju lokasi yang terletak di dekat dermaga tempat Ketut Waris menambatkan perahunya. Di sekeliling gapura ditumbuhi oleh tumbuhan yang sangat rimbun hingga hampir menutup gapura. Di puncak tangga gapura masuk kami disambut 3 tengkorak manusia, satu di sisi kiri dan 2 di sisi kanan.  Pohon Taru Mayan yang besar dan telah berusia ratusan tahun –bahkan mungkin sudah berada di sana sejak jaman prasejarah–  tepat menghadap gapura.

Kumpulan Tengkorak dan Tulang
Di lokasi yang cukup rimbun, lembab karena terhindar sinar matahari dan suasana sunyi kami melihat, beberapa bambu yang disusun menyerupai kemah. Salah satunya terlihat masih baru dan di dalam berbaring jenazah yang tampaknya belum lama meninggal. Di bagian tengah, ada semacam altar batu dan terdapat beberapa tengkorak dan tulang manusia yang tersusun di atasnya.


It’s amazing! Kami sama sekali tidak mencium bau busuk dari mayat-mayat yang berada di lokasi. Sambil melihat-lihat area penyimpanan mayat sambil memfoto, Juru Kunci tidak hanya menceritakan sejarah dan budaya tentang masyarakat Terunyan, namun memberi kesempatan kepada kami untuk mencium aroma yang sangat menyegarkan dari Pohon Taru Mayan.


Pohon Taru Mayan
Pada perjalanan kami kali ini, saya merasakan bahwa masyarakat Trunyan cukup ramah, meskipun beberapa kaum tua dan anak-anak masih meminta-minta uang receh… Harapan kami, dengan semakin sering dikunjungi turis, desa Terunyan akan lebih berkembang dengan baik, kesejahteraan semakin meningkat dan di masa datang biarlah hanya kebiasaan meminta-minta saja yang menjadi sejarah

Sebagai bangsa Indonesia, saya turut merasa bangga dengan kelestarian adat dan budaya yang dimiliki masyarakat Trunyan. Semoga warga masyarakat Terunyan dapat mempertahankan kelestarian tradisi adat dan budaya yang sangat khas dan luar biasa...

Teman-teman yang berencana akan liburan ke Bali, mungkin bisa memasukkan Desa Terunyan di jadwal wisata kalian sebagai ‘a must place to visit’…

Ke Terunyan yuk…? Ada mayat baru!













Tidak ada komentar:

Posting Komentar